The Smile Sun
Hinata P.O.V
Pagi ini aku
melihatnya lagi di kedai ramen. Ini sudah kelima kalinya dia sarapan ramen.
Hmm... Apa dia tidak bosan dengan makanan yang itu-itu terus? Tanpa sadar, aku
mengkhawatirkannya. Ya, benar. Sekarang ini aku sedang membuntuti seorang pria
yang sejak kecil kusukai. Uzumaki Naruto. Seorang pria yang memiliki kekuatan
kyuubi di tubuhnya. Kekuatan yang ditakuti di seluruh dunia shinobi ini. Banyak
orang yang memandangnya dengan sebelah mata karena keterbatasan kemampuannya
yang begitu rendah hingga dilecehkan banyak orang. Namun, dia tetap bersemangat
dan terus berlatih hingga orang-orang desa dapat melihat dirinya. Itulah yang
kukagumi darinya. Tekad pantang menyerah yang kuat. Baik, aku rasa wajahku
sudah cukup memerah mengingat itu semua.
"
Terima kasih, Paman!"
Oh, dia
sudah keluar dari kedai itu. Kemana lagi selanjutnya?
" Hm. Setelah
ini melakukan apa ya? Kalau tidak ada misi seperti ini, aku bingung mau
melakukan apa." ujarnya sambil menggaruk-garuk kepalanya. Hihi... Aku
tertawa kecil melihat wajahnya yang lucu seperti anak kecil. Yah, meski begitu
sifatnya masih kekanak-kanakan. Tetapi, aku tetap menyukainya karena aku juga
senang dengan anak-anak.
Karena aku
sibuk memperhatikan dia, tanpa kusadari ada seseorang yang kini berada di
belakangku. Aku merasakan aura yang tak mengenakka dari belakang. Dan...
"
Hinata? Sedang apa kau?"
"
Kyah!"
"
Ng?"
Buru-buru
kututup mulutku ketika Naruto celingak-celinguk ke sana kemari mendengar
pekikanku. Sedetik kemudian, dia pun pergi. Aku bernafas lega dan menatap orang
yang tadi mengejutkanku.
"
Tenten-san... Ja-jangan mengagetkanku seperti itu..."
"
Habis, tingkahmu aneh sekali. Seperti membuntuti seseorang. Apa yang kau
lakukan di sini?"
"
E-euhm... Ha-hanya jalan-jalan pagi saja..."
"
Jangan bohong. Kau membuntuti Naruto, 'kan?"
"
Eh?" Tenten tertawa lepas melihat reaksiku yang tiba-tiba itu setelah
gadis bercepol dua ini menyebutkan nama Naruto. Mungkin dia tertawa karena
melihat wajahku yang memerah secara tiba-tiba seperti badut? Konyol. Aku pun
menundukkan kepalaku dalam-dalam.
"
Hehehehehe! Hinata, kau tak perlu malu seperti itu. Aku sudah tahu. Tak perlu
kau tutupi."
"
Su-sudah tahu...? Se-sejak kapan...?"
" Sejak
kau memberikan obat pada Naruto waktu ujian chuunin dulu. Tak ada seorang gadis
pun yang perhatian dengannya selain kau, Hinata. Pada saat itulah aku sadar
bahwa kau menyukai Naruto."
Satu orang
telah mengetahui rahasiaku. Setidaknya... Tenten bukan tipe orang yang akan
mudah membuka mulut...
End Hinata
P.O.V
Tenten
mengulurkan tangannya untuk mengajak Hinata sarapan di sebuah kedai. Tanpa
mereka sadari, sebuah bayangan Naruto mendengar percakapan mereka tadi dan
tersenyum-senyum sendiri.
"
Huaaahhhh...! Hari-hari tanpa misi seperti ini membosankan sekali. Seandainya
saja Ero-sennin masih ada..." ucap Naruto memandang langit-langit. Muncul
sekelebat bayangan Jiraiya di langit. Jujur saja, mengingat wajah konyol
Jiraiya memberikan kerinduan yang mendalam untuk Naruto. Dadanya sesak jika
mengingat Jiraiya yang sudah dianggap sebagai ayahnya sendiri. Tingkahnya yang
konyol, memperlakukannya seperti anak kecil, sikapnya yang tegas, contoh ideal
seorang ayah yang sayang dengan anaknya. Namun Naruto tahu, jika dia terus
menangis maka Jiraiya tidak akan tenang di sana. Tak ada satupun orang yang
telah meninggal yang ingin melihat orang yang menyayanginya terus-menerus
menangisinya, bukan?
"
Hiaaaattt!" Naruto mendengar sebuah suara dari arah utara. Spontan saja,
Naruto bangun dari tidurnya dan menelusuri arah suara yang tadi di dengarnya.
Seperti terdengar juga suara air terjun dari sebelah utara. Hmm... Air terjun?
Dia tidak pernah tahu ada air terjun di tempat latihannya. Ataukah hanya
halusinasi saja?
Kaki Naruto
melangkah ke arah sumber suara yang tadi di dengarnya. Menyibak ranting-ranting
pepohonan yang rendah dan semak belukar yang berada di depannya. Dengan jelas,
matanya melihat air terjun yang terlihat segar dan bening di sana. Namun, bukan
hal itu yang membuat mata Naruto tidak berkedip sedikit pun. Sesosok tubuh
gemulai ramping yang tengah berdiri di tengah-tengah air sambil menyiapkan
kuda-kudanya. Yang Naruto tahu, dia seseorang yang Naruto kenal. Hyuuga Hinata.
"
Hiyaaahhh!" Hinata memutarkan badannya, lalu menghentakkan kakinya ke air
menyebabkan sedikit ombak besar yang melambung tinggi dan menggerakan tangannya
ke atas menahan sedikit cipratan yang dia buat tadi.
Naruto terperangah
melihat Hinata yang tengah berlatih di air terjun. Nafasnya tersengal-sengal,
keringat mengucur dari pelipisnya yang dari kejauhan seperti bola bening
berkilauan menuruni pipinya yang mulus. Tanpa disadarinya, semburat merah
muncul di kedua pipi Naruto. Tunggu... Gerakan Hinata sama seperti gadis yang
pernah dilihatnya ketika misi mencari Bikochou. Apakah Hinata adalah gadis yang
sama seperti yang dia lihat?
"
Huft..." desah Hinata berdiri tegap mengakhiri kuda-kudanya. Lalu, Hinata
menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan.
"
Mungkin, mandi di bawah air terjun setelah latihan bisa membuat tubuhku kembali
segar." ucap Hinata mengusap peluhnya di dagu. Spontan, Naruto yang
mendengar itu merasa seperti tersengat listrik ribuan volt. Hinata mulai membuka
jaketnya dan pelindung kepalanya yang ia letakkan di leher. Karena tahu kini
Hinata mulai melakukan yang seharusnya di lakukan sendiri, Naruto memilih pergi
secara diam-diam dengan wajah memerah dan menahan darah yang akan keluar dari
hidungnya.
-o0o-
Malam ini
tampaknya langit sedang cerah. Menampakkan ribuan bintang yang berkilauan di
langit malam yang luas. Satu hal yang membuat angkasa begitu menawan adalah
bulan yang kini sedang bersinar penuh membentuk sebuah bulan purnama yang
sangat indah. Begitu cantik dan besar di lihat dari bumi yang jaraknya
berkilo-kilo meter. Dan kini, seorang gadis manis sedang duduk di kursi taman
sambil menundukkan wajahnya sendu. Sang bulan menyorot dengan jelas wajah sang
gadis sehingga terlihat matanya yang sayu seperti menahan tangis.
Hinata P.O.V
Aku sudah
terlalu lama untuk memendam rasa ini tanpa ada keberanian untuk mengatakannya.
Saat aku berusaha untuk mengatakannya, selalu saja ada penghalang yang
menghadangku untuk mengatakan perasaan ini padanya. Tapi... Jika aku mengatakan
perasaanku padanya, akankah dia menerimanya? Bukankah dia menyukai gadis yang
mempunyai ahli medis terhebat di Konoha? Aku rasa... Aku tak bisa
mengalahkannya. Naruto lebih menyukai Sakura daripada aku... Aku takut jika
Naruto akan mencampakkanku jika aku menyatakan perasaan ini padanya.
Kutatap
bulan yang kini sedang menyorot wajahku. Andaikan aku bisa seperti bulan.
Walaupun cahayanya redup, tapi tak menghilangkan pesonanya yang begitu
memancar. Banyak orang yang mengakui keberadaannya. Sedangkan aku? Keluargaku
bahkan tidak pernah menganggapku ada. Mungkin bagi mereka aku hanyalah sebuah
sampah yang mengotori klan Hyuuga. Padahal, aku membuktikan bahwa aku juga
mampu. Aku selalu merasa bahwa hidupku selalu dirundung kesendirian dan kesepian.
Tetapi, aku akhirnya tahu bahwa ada orang yang lebih menderita daripada aku.
Naruto. Dia-lah yang kujadikan panutan sebagai orang yang tidak pernah menyerah
sebelum mencapai akhir hasil. Sebelum akhirnya kita berhasil.
Mengingat
kegigihan Naruto, bibirku tertarik ke atas menampilkan sebuah senyuman malu di
wajahku. Entah mengapa, jika mengingat dirinya hatiku menjadi hangat. Seperti
sebuah lampion. Menerangi dan menghangatkan jiwa yang suram dan kesepian. Di
saat aku sedang termenung sendiri, tiba-tiba seseorang mengejutkanku dari
samping...
"
Hinata?"
"
Kyah!"
"
H-hey...! Jangan berteriak seperti itu. Ini aku." Mataku membulat besar.
"
Na-Naruto-kun...?"
" Apa
yang kau lakukan di sini sendirian?" tanya Naruto seraya duduk di
sampingku. Oh tidak, kenapa dia muncul ketika aku sedang memikirkannya? Oke,
aku memang ingin bertemu dengannya tapi saatnya tidak tepat. Aku harus berusaha
keras menahan diriku agar tidak pingsan di depannya.
" A-aku
hanya berjalan-jalan sebentar menikmati udara malam..."
"
Ooohh... Membosankan sekali ya tidak ada misi."
"
U-uhm..." Sepertinya, malam ini aku akan berdua dengannya...
End Hinata
P.O.V
Angin
berhembus pelan menerbangkan anak-anak daun yang tergeletak di tanah yang
dingin. Terdengar desiran angin malam yang menyapa telinga kedua insan yang
kini sedang menikmati pemandangan langit malam yang luas. Hinata hanya
menundukkan kepalanya dalam-dalam tanpa bisa berbicara apa-apa pada Naruto.
Sedangkan, Naruto terus menatap angkasa luas itu denga tatapan kosong.
" Hey,
Hinata."
" Y-ya?"
"
Apakah orang yang sudah pergi mendahului kita bisa melihat kita dari atas sana?
Maksudku, apakah mereka tahu apa yang kita lakukan sekarang dan memikirkan
sesuatu tentang mereka?" tanya Naruto tak melepas pandangannya dari sang
purnama yang indah.
"
E-ehm... Mungkin saja."
"
Eh?"
"
Y-ya... Seseorang yang sudah pergi mendahului kita pasti ingin tahu semua
aktifitas yang dilakukan oleh orang-orang yang menyayanginya. Mungkin kini
mereka sedang berada di samping kita namun kita tidak bisa melihatnya. Tetapi,
percayalah. Bahwa seseorang yang kita sayangi itu tidak akan melupakan tentang
kita. Da-dan kita juga tidak boleh melupakannya. Ka-karena, jika seseorang itu
mati, mereka hanya bisa hidup di dalam kenangan orang yang menyayanginya."
jawab Hinata sambil memainkan kedua jarinya.
Naruto tak
bisa menjawab apa-apa. Lidahnya terasa kelu ketika Hinata menjawab pertanyaan
dengan panjang lebar dan jelas. Hanya saja, Naruto tidak tahu kalau Hinata bisa
menjawab dengan bahasa yang begitu halus dan juga penuh konotasi. Mungkinkah
Hinata shinobi yang suka membaca buku seperti Sai?
" Hmft.
Kau benar. Mereka pasti memerhatikan kita dari atas sana. Tersenyum jika kita
tersenyum, menangis jika kita menangis. Bukankah perasaan dua orang yang saling
menyayangi itu saling bertautan?" ujar Naruto tersenyum tipis.
Hinata
mengangguk pasti, " Uhm! Ka-kau tahu? Jika aku melihat bulan yang indah
seperti itu, rasanya aku merasa sangat damai dan bahagia."
" Ya.
Aku juga."
"
Bu-bukankah kau pikir kalau ia sangat menawan?"
" Ya, tapi
tak semenawan dirimu." Naruto dan Hinata sama-sama tersentak kaget saat
mendengar ucapan yang secara tiba-tiba meluncur begitu saja dari mulut Naruto.
Kenapa dia bisa berbicara seperti itu? Itu keluar secara alamiah, tidak di
buat-buat.
Kini, Naruto
dan Hinata saling memalingkan wajah karena tak ingn wajah mereka yang memerah
terlihat oleh satu sama lain. Naruto menggaruk-garuk pipinya salting sedangkan
Hinata memilintir anak rambutnya untuk menghilangkan rasa gugupnya. Sang bulan
tertawa melihat tingkah dua anak manusia yang saling memalingkan wajah untuk
menetralisir rasa malu mereka yang kini sudah menjalar ke peredaran darah
mereka. Menyebabkan rasa panas dan bergejolak yang aneh di bagian dada mereka.
Seperti ada sesuatu yang ingin meledak tetapi mereka tak tahu rasa apa itu.
"
Kau..." Tak sengaja, kata-kata mereka bertabrakan menyebabkan kegugupan
hadir kembali di sela-sela mereka berdua.
"
Na-Naruto-kun duluan saja..."
"
Ehm... Anu... Aku hanya ingin bilang apa besok kau ada misi atau suatu kegiatan?"
tanya Naruto menggaruk-garuk pipinya.
Hinata
menggeleng pelan, " Ti-tidak... Memang kenapa?"
" Aku
ingin mengajakmu pergi berdua denganku. Kau mau?"
Rasa panas
dan sesak menjalar ke tubuh Hinata dengan cepat. Memberhentikan sejenak aliran
darahnya hingga Hinata merasa bahwa dirinya kini sementara tak bisa berpikir
normal. Nafasnya terdengar tak beraturan bukti bahwa dia membutuhkan oksigen
yang cukup karena terlalu terkejut dengan kata-kata yang Naruto lontarkan dua
detik tadi. Jantungnya seperti berhenti berdetak dan darahnya membeku seketika.
Tenggorokannya terasa kering, tak mampu mengeluarkan sepatah katapun karena
kini Hinata hanya melotot menatap Naruto dengan tatapan terkejut dengan
semburat merah menutupi seluruh wajahnya. Pergi berdua? Hinata merasa akan
menjadi gadis paling bodoh di dunia jika menolaknya.
"
Hinata? Kau tidak mau ya?"
"
A-ano... Tentu saja aku mau. A-aku hanya sedikit terkejut saja..." jawab
Hinata menundukkan kepalanya malu. Bibir Naruto sedikit tertarik ke atas
mendengar jawaban dari Hinata.
" Baik!
Kalau begitu, aku tunggu kamu di sini jam 8 pagi ya! Ah, aku harus pergi.
Oyasuminasai!" kata Naruto langsung berdiri dan melesat pergi meninggalkan
Hinata. Setelah kepergian Naruto, Hinata tersenyum ceria menatap sang bulan
yang saat ini juga memandang ke arahnya seperti mengucapkan sesuatu.
"
Kehidupanmu tidak seburuk yang kau kira 'kan, Hinata?"
-o0o-
Fajar telah
datang. Gadis bernama Hinata itu sedang menggeliat di kasurnya ketika matahari
menerobos ke jendela kamarnya dan menembus gorden perak yang berada di samping
tempat tidurnya. Sinar mentari yang menyilaukan membuat sang gadis berambut
indigo ini mengerjap-ngerjapkan matanya, bangun dari tidur panjangnya dan
meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Ia mengucek-ngucek kedua
matanya agar bisa melihat dengan jelas jam weker yang berada di meja samping
tempat tidurnya. 06.45.
" Apa?
Sudah jam segini? Aku bisa terlambat!" seru Hinata langsung melompat dari
tempat tidurnya, menyambar handuk dan melesat masuk ke dalam kamar mandi.
10 menit
kemudian, Hinata keluar dengan tubuh terbalut handuk berwarna biru dan mulai
membongkar-bongkar lemari pakaiannya. Satu persatu baju mulai dikeluarkannya
dan dilemparkan sembarangan entah melayang kemana. Sampai akhirnya, tak sengaja
tangan kanannya menyentuh sebuah kotak berwarna kuning yang terletak di bawah
lemari. Segera saja Hinata menarik keluar benda itu dan membuka tutupnya.
" Ini
'kan... Rok mini yang saat itu dibelikan oleh Hanabi-chan?" gumam Hinata
memegang sebuah rok blue jeans mini yang masih tertempel label di
samping kanan rok itu. Hanabi membelikan Hinata sebuah rok mini karena dia
merasa kakaknya tak punya selera fashion bagus. Hanabi ingin kakaknya
terlihat modis dengan pakaian yang sedang in. Itulah sebabnya, Hanabi
membelikan Hinata sebuah rok mini jeans yang ukurannya pas dengan Hinata.
Namun,
Hinata tak pernah memakainya karena dia merasa telanjang bila memakai pakaian
yang 'kurang bahan'. Hinata juga malu jika orang-orang melihat bentuk tubuhnya.
Tidak, bukan karena tubuhnya ada cacat atau tidak bagus, hanya saja dia tidak
mau menjadi incaran para pria 'hidung belang' yang mengincar seorang gadis
perawan yang memakai pakaian mini. Tetapi, entah mengapa hari ini Hinata ingin
memakainya walaupun rasanya ia ragu.
" Apa
aku pakai ini saja ya? Tapi, apa kata Naruto-kun nanti? Euhm... Ta-tapi, boleh
kucoba." kata Hinata tersenyum malu dan mengambil rok mini itu dari
kotaknya.
"
Neesan! Kau—Wauw?" Kalimat Hanabi terhenti seketika saat Hanabi masuk ke
kamar Hinata dan tak sengaja melihat Hinata yang sedang berdiri di depan
cermin. Bukan karena hal itu yang membuat Hanabi ternganga dengan mata tak
berkedip sedikit pun, yang membuatnya seperti itu adalah benda yang melekat di
tubuh Hinata.
Hinata
mengenakan kaus santai berwarna merah muda yang dibalut oleh jaket ungu yang
biasa di pakainya. Kalau biasanya Hinata memadukannya dengan celana panjang
berwarna biru, kali ini Hinata memadukan jaketnya itu dengan rok mini yang tadi
ditemukannya secara tak sengaja. Dan, Hinata mengenakan kaus kaki tipis seperti
stocking berwarna putih polos dan terdapat tas kecil di lengan kanan Hinata.
"
Neesan? Mau kemana? Tidak biasanya kau memakai rok mini pemberianku. Bukankah
dulu kau bilang tidak menyukainya?" tanya Hanabi menghampiri Hinata yang
tengah menyisiri rambutnya.
" A-aku
ada keperluan. Ka-karena celana panjangku masih di cuci semua dan kebetulan aku
menemukan rok ini dan tak pernah kupakai, a-aku mencobanya. A-apakah terlihat
tidak cocok...?" jawab Hinata sedikit malu. Hanabi memandang Hinata dari
atas sampai bawah.
"
Tidak. Cocok sekali. Tubuhmu 'kan bagus. Kau cocok saja pakai pakaian apapun
juga. Tapi—" Hanabi melipat tangannya sambil tersenyum angkuh, " –kau
mau kencan dengan Naruto-niisan ya...?"
Spontan,
mendengar nama Naruto disebut semburat merah kembali muncul di kedua pipi
Hinata. Hinata yang saat itu sedang meletakkan botol parfum tersentak kaget
hingga membuat botol parfum tersebut jatuh ke bawah meja riasnya.
"
Ha-Hanabi-chan~! Si-siapa yang bilang begitu? A-aku tak bilang kalau aku mau
kencan dengan Naruto-kun~!"
" Ya,
tidak bilang. Tapi benar 'kan?" Hinata terdiam.
"
Kyahahahahahaha! Wajahmu merah, neesan! Nah, selamat berjuang ya! Semoga sukses
kencannya! Aku akan tutup mulut pada ayah." ucap Hanabi menaruh
telunjuknya di depan bibirnya pertanda dia takkan bilang pada Hiashi. Hinata
tersenyum lega.
"
A-arigatou, Hanabi-chan!"
Waktu sudah
menunjukkan pukul setengah 8 pagi, namun Naruto belum juga muncul. Dengan
sabarnya Hinata tetap menunggu sambil menendang-nendang kecil dedaunan yang
jatuh tepat di depan kakinya. Sambil memikirkan dan menyusun apa saja yang akan
dibicarakn, topik apa yang akan di bahas selama dia kencan dengan Naruto. Tentu
saja itu harus dipersiapkan atau Naruto akan berpikiran bahwa Hinata bukan
teman kencan yang asyik. Maka dari itu, semalaman Hinata berlatih keras agar
bisa berkomunikasi dengan baik dengan Naruto dan mencari topik yang menarik.
"
Hinata~!" Kepala Hinata menengok ke arah barat, melihat seorang pria
berambut pirang yang tengah melambaikan tangannya ke arah Hinata. Ow, Hinata
sedikit terpesona melihat Naruto yang tidak menggunakan pelindung kepalanya.
Naruto jadi sedikit lebih... Tampan.
"
Naruto-kun~!"
" Maaf,
aku lama ya? Aku terlambat bangun, jadi aku buru-buru ke sini. Sekali lagi maaf
ya." kata Naruto menggaruk-garuk kepalanya salah tingkah. Hinata tersenyum
manis.
"
Ti-tidak apa. Naruto-kun sudah datang aku sudah senang kok." Mata sapphire
Naruto menatap senyuman Hinata yang menurutnya begitu manis. Naruto menjadi
salah tingkah melihat tatapan polos dan sabar dari Hinata.
"
Baiklah kalau begitu. Ayo, kita ja—lan...?"
" Ng?
Naruto-kun?"
Naruto tidak
menyahut. Wajahnya berubah merah dan tidak berkata apapun saat melihat Hinata
mengenakan rok mini yang tidak pernah Hinata pakai. Karena, setahu Naruto bahwa
Hinata tidak pernah mengenakan pakaian mini seperti ini. Ketika pertama kalinya
dia melihat Hinata mengenakan pakaian 'kurang bahan' seperti itu, Naruto
sedikit terkejut. Sebagai laki-laki tulen, tentu saja Naruto sedikit
'tersengat'.
" A-aku
tak pernah melihatmu memakai rok seperti itu..."
Hinata
melihat ke arah roknya dan menutupi kedua pahanya yang terekspos jelas, "
Ma-maaf! A-aku sudah mengira bahwa ini tidak cocok denganku! A-aku akan
berganti pakaian!"
GREP! Naruto
memegang lengan Hinata mencegahnya pergi.
"
E-eh...?"
" Pakai
apapun kau tetap manis, Hinata... Apalagi jika kau mengenakan rok seperti ini.
Kau terlihat sangat cantik dan anggun..." ucap Naruto tersenyum. Hinata
yang mendengar itu terkejut tak mengira Naruto akan berkata seperti itu.
Wajahnya pun kembali memerah dengan sebuah senyuman malu.
"
Te-terima kasih..."
"
Baiklah. Kau mau menemani aku makan ramen 'kan...?"
-o0o-
" Ya,
benar-benar susah diajar oleh Ero-sennin. Meski pun kelihatanya dia orang yang
asal-asalan tetapi kalau sudah mengajar bisa seram sekali seperti monster. Aku
saja sampai kelelahan dan bajuku sobek semua setelah mencoba jurus baru yang
diajarkannya." cerita Naruto.
"
Hihi... Lalu, apalagi yang Jiraiya-sama ajarkan padamu?"
"
Banyak sekali. Aku hanya ingat sedikit. Tapi... Dia benar-benar tipe ayah yang
ideal." puji Naruto menatap ke angkasa membayangkan wajah Jiraiya yang
sedang tersenyum padanya.
Setelah
sarapan ramen, Naruto dan Hinata memutuskan untuk pergi ke Konoha Garden.
Tempat dimana banyak bunga-bunga berwarna warni yang cantik tumbuh di sana.
Karena tak ada tempat lagi yang bisa mereka singgahi, Hinata mengusulkan untuk
pergi ke Konoha Garden. Setidaknya, di sana mereka bisa bercerita tentang
pengalaman masing-masing sambil melihat hamparan bunga-bunga dan hewan-hewan
kecil seperti tupai dan kelinci yang berlarian ke sana kemari.
" Hmm.
Yah, aku tahu itu. Beliau sangat menyayangimu, Naruto-kun..." ucap Hinata
memeluk kedua lututnya.
" Ya...
Semenjak kepergiannya, aku merasa kesepian. Karena, hanya beliau yang bisa
mengerti apa yang kumau dan kuinginkan. Beliau mengerti apa yang kurasakan. Aku
rasa aku tak bisa menemukan orang yang bersifat seperti Ero-sennin..."
lirih Naruto bermata sendu.
Hinata
menatap Naruto yang kini tertunduk sedih tanpa bisa bicara apa-apa. Kasih
sayang orang tua, tentu tidak ada yang bisa menolak. Hinata pun masih ingat
waktu terakhir kali ibunya menggendong dirinya. Rasanya baru kemarin beliau
menggendong dirinya. Dan, tak di sangka beliau akan pergi secepat itu.
Meninggalkan Hinata dalam kesendirian yang teramat sangat pedih karena setelah
kepergian ibunya, ayahnya sendiri tak memedulikan dirinya karena dianggap
lemah, tak berguna.
" Tapi,
itu dulu. Sekarang, ada seorang lagi yang bisa memahami perasaanku dan bisa
mengerti apa yang kumau." sahut Naruto membuyarkan lamunan Hinata
"
Si-siapa?"
"
Kau."
"
E-eh...?"
" Ya,
kau Hinata. Kau bisa mengerti perasaanku. Kau bisa mengerti apa yang
kuinginkan. Kau satu-satunya gadis yang tidak pernah memandangku seorang
monster yang menyeramkan. Satu-satunya gadis yang tidak pernah marah meski aku
melakukan sedikit kesalahan. Orang yang bisa bersikap sabar dengan sifatku yang
cukup kekanakan." kata Naruto menatap mata Hinata dalam-dalam.
" A-aku
tak seperti itu..."
" Ya,
kau seperti itu, Hinata... Aku tak bohong. Aku merasakan kau seperti itu."
Hinata
memainkan kedua jarinya sambil tertunduk malu, " A-aku hanya melakukan apa
yang seharusnya kulakukan agar orang-orang tidak tersinggung dengan ucapan dan
sikapku. A-aku tak mau jika orang-orang memusuhiku hanya karena ucapanku yang
menyakiti hati mereka."
" Hmft.
Pantas saja gaya bicaramu seperti itu. Sangat halus dan sopan. Kau tahu? Orang
sepertimu tidak hanya aku saja yang suka..." kata Naruto tanpa sengaja
mengenggam tangan kanan Hinata.
" E-eh?
Na-Naruto-kun?" Naruto tersenyum tipis. Ia menarik kepala Hinata agar bisa
berhadapan dengannya.
" Aku
menyadarinya, Hinata. Aku sudah menyadarinya. Sejak pertama kali aku
mengenalmu, aku sadar bahwa kau menyukaiku. Hanya saja aku tidak percaya jika
ada seorang gadis yang menyukai ninja bodoh macam aku. Sampai akhirnya terjadi
saat invasi Pain itu. Dan... Aku mulai sadar bahwa aku—" Naruto
mendekatkan wajahnya ke wajah Hinata, "—mencintaimu..."
"
Na-Naruto-kun?"
Naruto
memandang dalam-dalam mata Hinata yang terlihat sendu dan menawan ketika ia
menatapnya. Ada sebuah perasaan tersirat ketika memandang bola mata yang tak
kalah cantik dengan rembulan yang selalu bersinar di kala malam yang sepi. Mata
berwarna ungu keabu-abuan yang membuat hati berdegup kencang jika menatapnya
lebih dalam seperti ingin menguak kisah hidup sang pemilik mata itu. Memang tak
hanya Hinata yang memilikinya, namun entah mengapa Naruto merasakan sebuah
kehangatan mendalam jika Hinata menatapnya dengan perasaan yang sanggup membuat
aliran darahnya membeku seketika.
Tangan kanan
Naruto bergerak menarik kepala Hinata agar wajah gadis lavender itu berdekatan
dengannya dan bisa melihat wajahnya secara jelas. Terasa hembusan nafasnya yang
pelan nan hangat tetapi terdengar seperti memburu sesuatu. Dalam hati, Naruto
tertawa melihat tingkah Hinata yang sekiranya mirip seekor kelinci yang
terpergok mencuri wortel di rumah petani. Kedua pipinya yang bulat chubby
telah dihiasi oleh rona merah yang biasanya muncul ketika Hinata berhadapan
dengan pria ini. Dan, lambat laun Hinata bisa merasakan desah nafas dari mulut
Naruto yang terdengar tenang tetapi diselingi oleh getaran suara yang memburu.
Yang akhirnya... Membuat mereka berdua menautkan kedua bibir mereka
masing-masing pada lawan jenis yang kini berada di hadapan mereka.
Merasakan
suatu kehangatan yang menjalar ke setiap inci tubuh mereka seperti kilatan
cahaya yang begitu cepat. Indera perasa Naruto merasakan ada sebuah rasa manis
ketika dia mengecup bibir gadis itu. Entah dikarenakan bibir gadis itu memang
dipahat dengan keindahan seperti itu ataukah hanya perasaannya saja yang
berpikiran seperti itu hingga muncul rasa yang di pikirkannya. Naruto yang
awalnya hanya mencium Hinata kini memegang pinggang Hinata dan memeluknya erat,
menarik tubuh Hinata ke tubuhnya agar mereka bisa berdekatan lebih dekat lagi.
"
Na-Naruto-kun...?"
" Aku
mencintaimu, Hinata. Aku mencintaimu." ucap Naruto tulus. Dada Hinata
terasa sesak jika Naruto mengatakan hal itu berulang kalo dan seperti membuat
dirinya ingin meledak.
Mata Hinata
berkaca-kaca menahan haru. Siapa yang tidak menangis jika seseorang yang kita
cintai selama bertahun-tahun telah mengatakan sebuah kalimat sederhana namun
mengandung banyak arti pada kita? Playboy atau playgirl sekalipun akan
menitikkan air mata mereka jika mereka mendapatkan pernyataan seperti itu dari
orang yang telah lama mereka cintai. Hinata memeluk Naruto erat-erat sambil
terisak di bahunya. Mencengkram erat jaket belakang Naruto sambil sesegukan.
Naruto bisa memahami perasaan Hinata yang sudah lama dipendamnya. Ia membiarkan
gadis itu menangis sepuasnya, melepaskan semua beban hatinya selama
bertahun-tahun kepada dirinya. Naruto mengelus-ngelus punggung Hinata dengan
lembut, membelai rambutnya penuh kasih sayang. Tak mau ia melukai hati siapapun
lagi...
" A-aku
selalu berpikir... Ka-kalau kau lebih menyukai Sakura-san daripada aku..."
"
Eh?"
"
Ka-karena... Setiap kau melihat Sakura-san, ada sesuatu yang tersembunyikan
dari pandangan matamu setiap kau menatap Sakura-san. Ka-kau selalu tersenyum
jika melihatnya. Se-seperti yang Sai-kun katakan, seseorang akan tersenyum jika
melihat orang yang disukainya, bukan?" kata Hinata mengusap air matanya.
Naruto
tersenyum tipis, " Begitu menurutmu?"
"
Eh?"
"
Menurutmu, aku menyukai Sakura-chan? Hinata. Dengarlah. Memang aku menyukainya,
tapi hanya sekedar sebagai kakakku saja. Karena, selama ini hanya dia,
perempuan yang mau mengurusku. Kau tahu bahwa aku tinggal sendirian tanpa orang
tua. Dia yang selalu membantuku untuk membereskan apartemenku, menemaniku
berjalan-jalan dan juga menjalani misi bersamanya. Dia sudah kuanggap sebagai
kakakku sendiri." jawab Naruto.
Hinata
tertunduk.
"
Senyuman itu hanyalah sebagai ungkapan terima kasihku saja. Kau tahu? Aku tidak
tersenyum saat melihatmu. Tetapi, hatiku yang tersenyum bila melihat
tawamu..." ujar Naruto memegang kedua bahu Hinata.
"
Ah?"
"
Selama ini aku tahu jika kau selalu memperhatikanku. Aku tahu itu. Bahkan,
Sakura-chan memberitahuku jika kau menyukaiku. Aku tidak percaya, awalnya.
Namun akhirnya, aku mendapatkan jawaban yang pasti."
"
Be-begitukah?"
" Ya.
Memang, awalnya aku menyukai Sakura-chan sebagai orang yang kusuka ketika
pertama kali masuk ke akademi ninja. Karena setahuku, dia gadis yang pintar dan
menonjol saat itu. Tetapi aku sadar, bahwa dia lebih suka menyukai Sasuke
daripada aku. Aku kesal saat itu. Dan berpikir tak ada yang menyukaiku."
ucap Naruto memandangi bunga-bunga cosmos di bawah kakinya.
"
La-lalu?"
" Ya.
Aku sempat berpikir bahwa tidak ada gadis yang menyukaiku. Sampai akhirnya
Kami-sama membukakan mataku bahwa ada seorang gadis yang selama ini menunggu
jawaban cinta dariku." kata Naruto melirik Hinata. Hinata tertunduk malu.
"
Y-yah... A-aku juga merasa seperti itu."
" Apa
yang kau suka dariku? Aku rasa aku tak punya apapun untuk disukai oleh para
gadis. Aku tidak tampan, juga tidak kaya. Kuat juga tidak." ujar Naruto
berkata lirih.
" Itu
tidak benar!"
"
Eh?"
"
Apakah menyukai seseorang harus dilihat dari kekayaan, ketampanan dan kekuatan?
Cinta itu tidak mengenal dengan semua itu. A-aku menyukaimu karena semangatmu.
Aku menyukai semangatmu... Karena bagimu, hidup itu sebuah perjalanan panjang
yang harus kita pertahankan. Dengan semangat yang menggebu-gebu, kita bisa
melewati semua rintangan yang menghadang. Aku yang awalnya berpikir bahwa
diriku tak berguna, setelah melihatmu aku mengerti bahwa hidup itu tidak boleh
menyerah. Kau telah membukakan mata hatiku, Naruto-kun... Kau telah memberiku
semangat hidup. Itu yang membuatku mencintaimu..." ujar Hinata menundukkan
wajahnya dengan mata sendu.
Mata biru
langit Naruto terbelalak lebar mendengar pernyataan Hinata. Terperanjat dengan
kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Hinata. Lidahnya terasa kelu dan
kata-katanya tercekat di tenggorokan karena tak bisa mengeluarkan kata-kata yang
ingin di ucapkan saking terkejutnya atas pernyataan Hinata yang baru saja
didengarnya. Baru kali ini Naruto mendengar ada seorang gadis yang menyukai
seorang pria karena semangatnya. Setahunya, seorang gadis menyukai seorang pria
yang bermatabat tinggi, kaya dan kuat seperti Sasuke. Tak disangka, hanya
Hinata yang tidak menyukai Sasuke dan malah menyukai bocah monster seperti
dirinya. Semburat merah pun muncul di kedua pipi Naruto.
" K-kau
menyukai semangatku?"
" Ya.
Aku menyukai semangatmu dan juga senyummu. Karena, buatku senyumanmu itu
seperti matahari. Begitu cerah dan menyenangkan. You're like the
morning sun, Naruto." kata Hinata melirik ke arah Naruto dengan
senyuman manis membuat Naruto salah tingkah.
"
E-euhm... Be-benarkah kau berpikir seperti itu?"
" Ya...
Aku benci berbohong."
Naruto
menarik nafas, " Baiklah. Hinata, berapa umurmu?"
" 17
tahun. Kenapa?" Naruto tak menjawab. Ia malah sibuk memetik beberapa
tangkai bunga kecil lalu merangkai menjadi sebuah cincin kecil.
"
Na-Naruto-kun? Apa yang kau lakukan?"
Naruto tak
menjawab. Lalu, ia berbalik menghadap Hinata, " Yak. Selesai!"
"
?"
" Nah,
Hinata. Maukah kau menikah denganku?" ujar Naruto sambil menyerahkan
cincin bunga yang tadi di rangkainya seperti orang yang hendak melamar
kekasihnya.
" Eeeh?
Me-menikah?"
" Ya.
Aku ingin menikah denganmu. Aku ingin kau menjadi milikku sepenuhnya. Dan
selamanya... Maukah kau?" ulang Naruto mengangkat tangannya tinggi dan
kini berlutut di depan Hinata.
Mata Hinata
terbelalak melihat hal itu. Dia tak menyangka jika Naruto akan berkata seperti
itu. Apalagi dengan tingkahnya seperti seorang pangeran yang melamar seorang
putri yang dicintainya dengan cara berlutut seperti ini. Sungguh, Hinata malu
sekali. Juga... Terharu.
Tanpa sadar,
setetes air jatuh menimpa kepala Hinata yang membuat gadis ini mengadahkan
kepalanya. Melihat langit yang tadi terang benderang kini tergantikan oleh
gelapnya awan hujan berwarna abu-abu kehitaman. Suara petir pun mulai terdengar
pertanda sebentar lagi tetesan air hujan akan turun mengguyur bumi. Namun,
meski tampaknya Naruto mengetahui hal itu tak membuatnya urung bangkit dari
sana. Ia tetap berlutut sampai Hinata menjawab pernyataannya walau hujan kini
mulai mengguyur tubuhnya hingga kuyup.
"
Bagaimana, Hinata?"
Bibir Hinata
bergetar. Berusaha menahan tangis yang ingin ia keluarkan bersama tetesan air
hujan yang sudah membasahi tubuhnya hingga pakaiannya ikut basah. Tetapi,
meskipun dia menangis di sini Naruto tidak akan tahu dia menangis atau tidak
karena air hujan jatuh menuruni pipi Hinata.
"
Te-tentu saja... A-aku mau, Naruto-kun... Sangat mau..." ucap Hinata
dengan nada bergetar.
Siapa yang
tidak akan senang mendengar pernyataan kita diterima? Mendengar jawaban yang
seperti lampu hijau itu, Naruto ingin meloncat melambung ke angkasa.
Perasaannya kini meluap-luap karena rasa bahagia yang tak tertahankan. Naruto
memasangkan cincin bunga itu ke jari manis Hinata dan mengecup punggung Hinata
dengan lembut. Sapphire bertemu Amethyst. Perpaduan dua warna yang unik, huh?
" Meski
hujan mengguyur tubuhku hingga aku basah dan mengigil, tapi itu tidak menghapus
keinginanku untuk memilikimu, Hinata."
"
Naruto-kun... Tetaplah tersenyum... Seperti matahari..." Hinata memeluk
Naruto erat-erat seakan tak ingin melepaskannya walau hanya sedetik. Naruto
membalas pelukan Hinata, mendekap gadis itu ke dadanya yang bidang erat-erat.
Sesuatu yang hangat dirasakan oleh pria berkumis kucing itu.
" Aku
akan terus tersenyum. Jika melihat lavender yang terus memancarkan aura
keanggunannya..." kata Naruto membelai pelan rambut Hinata yang basah
karena hujan. Mendekapnya erat-erat agar gadis itu tidak kedinginan karena dia
tidak ingin orang yang dicintainya kedinginan oleh dinginnya air hujan yang
menghujam mereka berdua di tengah-tengah padang bunga.
Di tengah-tengah
derasnya hujan, perasaan dua insan yang saling tertutupi dan menjauh satu sama
lain kini telah dipertemukan dalam satu waktu yang indah. Aliran cinta yang
mengalir menuju hati dua anak manusia yang saling menutupi satu sama lain kini
telah membuka mata mereka melihat cakrawala yang penuh warna. Menatap di
sekeliling mereka bahwa masih ada orang yang mencintainya, menyayangi. Di
tengah guyuran hujan ini dua hati yang telah menjadi satu akan terus bersama.
Mengucapkan janji yang takkan pernah diingkari selamanya yang di saksikan oleh
awan gelap yang tampak tersenyum. Perjalanan cinta yang rumit antara Uzumaki
dan Hyuuga.
"
Ehem... Ternyata, menonton orang yang sedang menjalin cinta di tengah hujan
begini seru juga, ya?" celetuk seseorang dari balik pohon maple yang
membuat Naruto dan Hinata menjauhkan diri satu sama lain.
"
Ternyata tak kalah romantis dengan cerita Romeo dan Juliet ya~!" sahut
seorang gadis berambut pirang pucat panjang yang terkiki geli di balik punggung
pria berambut coklat bertato merah di kedua pipinya.
"
Ka-kalian?" Naruto dan Hinata tidak menyadari bahwa sejak tadi pembicaraan
mereka di dengarkan oleh para Rookie 12. Bahkan, guru-guru tim mereka juga
menyaksikan itu dan mem-videokannya. Salah satunya adalah Kakashi yang
sedaritadi menyunting di atas pohon oak dengan wajah tanpa dosa dan menyengir
dari balik maskernya.
" Yo,
Naruto. Kau ternyata bisa bersikap se-romantis itu ya. Momen-momen seperti ini
harus diabadikan." celetuk Kakashi melambaikan tangannya.
" Eehh?
Sejak kapan kau berada di situ?" seru Naruto menunjuk-nunjuk Kakashi.
" Kau
hebat, Naruto!"
" Aku
tak tahu ternyata kau ahli puitis..."
"
Semangat masa muda yang sangat membakar jiwa!"
"
Sangat menyenangkan! Benar 'kan, Neji?"
"
..."
"
Naruto..." Sakura menghampiri Naruto dan Hinata dengan wajah tertekuk.
Terlihat sekilas bahwa dia sepertinya tidak suka dengan keadaan dimana semua
orang mendukung hubungan Naruto dan Hinata. Hinata sembunyi di balik punggung
Naruto dengan takut, takut jika Sakura mencari masalah dengannya.
" Sakura—Ittai!"
Naruto merintih ketika Sakura menjitak kepalanya tanpa sebab.
" E-eh?
Sa-Sakura-san?"
"
Ittai... Kenapa kau memukulku tiba-tiba, Sakura-chan?"
" Kalau
kau menyakiti Hinata dan meninggalkannya begitu saja, aku tidak akan
segan-segan membunuhmu, Naruto." ancam Sakura melipat tangannya dan
mengembangkan senyumnya kepada Hinata dan memberikan senyuman horor pada
Naruto. Naruto yang mendengar itu tercengang dan tersenyum lebar sambil
mengangguk pasti.
"
Osh!"
"
Naruto..." Neji melangkah menghampiri Naruto dan Hinata, " Tolong
jaga Hinata-sama baik-baik. Jika kau menyakitinya, aku tidak akan pernah
memaafkanmu."
"
Tenang saja! Dia adalah separuh dari bagian hidupku. Aku takkan bisa hidup
tanpanya!" ujar Naruto memeluk pinggang Hinata erat membuat sang gadis
lavender itu memerah wajahnya.
"
Hinata..."
" Ya,
Kurenai-sensei?"
"
Selamat ya... Kau akhirnya menemukan perjalanan hidupmu. Aku tahu kau mampu dan
kau bisa. Aku yakin kau bisa mendapatkan apa yang kau mau jika kau mau
berusaha." kata Kurenai memegang kedua bahu Hinata sambil melempar
senyumnya. Hinata tersenyum malu.
Dua pikiran
anak manusia yang saling bertautan satu sama lain akhirnya menjadi satu dalam
satu cinta yang terikat erat. Tak akan pernah terpisah meski rintangan mencoba
untuk menghancurkan dan memutuskannya. Genggaman tangan yang begitu kuat seolah
tak mau melepaskannya meski api membakar dua lengan itu sampai hangus. Naruto
dan Hinata bertekad untuk membangun cinta mereka di atas pijakan tanah yang
kini mereka lalui bersama-sama dan terbang ke nirwana jingga untuk mendapatkan
suatu kehidupan bersama anak-anak mereka kelak. Membangun sebuah klan dengan
nama Namikaze dan mempertahankan kekuatan Namikaze-Uzumaki-Hyuuga. Naruto dan
Hinata akan terus bersama, hingga waktu dan ruang yang memisahkan mereka...
.
.
.
.
END...
sumber: www.fanfiction,net